ARTIKEL (PERAN KOMUNIKASI POLITIK DIGITAL DALAM PEMBENTUKAN LITERASI POLITIK GENERASI Z DI KABUPATEN BANGKALAN)
PERAN KOMUNIKASI POLITIK DIGITAL DALAM PEMBENTUKAN
LITERASI POLITIK GENERASI Z DI KABUPATEN BANGKALAN
Mohammad
Faisol
Mohammadfaisol032@gmail.com
Jurusan Ilmu Komunikasi –
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya
Telang PO Box 2, Kamal, Bangkalan, Madura
Abstrak
Perkembangan teknologi digital telah mengubah pola
komunikasi politik, khususnya di kalangan generasi Z. Media sosial menjadi
sarana utama dalam memperoleh dan menyebarkan informasi politik. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis peran komunikasi politik digital terhadap
pembentukan literasi politik generasi Z di Kabupaten Bangkalan. Metode yang
digunakan ialah studi pustaka dengan menganalisis beberapa jurnal ilmiah
terkini. Hasilnya menunjukkan bahwa komunikasi politik digital berperan penting
dalam meningkatkan kesadaran politik, kemampuan berpikir kritis, dan
partisipasi politik generasi muda di era digital.
Kata kunci:
komunikasi politik digital, literasi politik, generasi Z, Bangkalan
Abstrak
The development of digital technology has transformed
political communication patterns, particularly among Generation Z. Social media
has become a primary means of obtaining and disseminating political
information. This study aims to analyze the role of digital political
communication in shaping the political literacy of Generation Z in Bangkalan
Regency. The method used is a literature review, analyzing several recent
scientific journals. The results indicate that digital political communication
plays a significant role in increasing political awareness, critical thinking
skills, and political participation among young people in the digital era.
Keywords:
digital political communication, political literacy, Generation Z, Bangkalan
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Perkembangan teknologi digital telah menghadirkan perubahan signifikan
dalam pola komunikasi politik di Indonesia. (Hasfi. 2019) menyebutkan bahwa
media digital memungkinkan penyebaran pesan politik secara cepat dan
interaktif, menggantikan pola komunikasi satu arah melalui media konvensional.
Transformasi ini membuka ruang dialog yang lebih luas antara politisi dan
masyarakat, terutama generasi muda. Generasi Z, yang tumbuh di tengah kemajuan
teknologi, merupakan kelompok dengan ketergantungan tinggi terhadap media
digital. (Haryani et al. 2024) menjelaskan bahwa generasi ini aktif dalam
mencari dan menanggapi isu politik melalui platform media sosial. (Evita. 2024)
menambahkan bahwa literasi politik Gen Z dapat berkembang seiring meningkatnya
keterlibatan mereka di ruang digital, asalkan diimbangi kemampuan berpikir
kritis dan etika bermedia yang baik.
Namun,
rendahnya kemampuan memilah informasi politik masih menjadi masalah. (Nabila et
al. 2025) menegaskan bahwa keterbatasan literasi digital membuat generasi muda
mudah terpapar hoaks dan bias informasi. (Fadillah et al. 2025) juga menyoroti
pentingnya penguatan literasi politik berbasis nilai demokrasi agar generasi
muda mampu menilai isu politik secara objektif. (Tarigan et al. 2024)
menambahkan bahwa komunikasi politik digital yang tidak etis dapat memperburuk
polarisasi publik dan menurunkan kepercayaan terhadap proses politik. Konteks
lokal Bangkalan memberikan gambaran yang menarik karena masih terdapat
kesenjangan literasi digital antarwilayah. (Usman & Khoerunnisa 2024)
menekankan perlunya strategi komunikasi digital yang sesuai dengan kondisi
sosial masyarakat daerah. (Rudianto 2024) menunjukkan bahwa budaya lokal dan
persepsi sosial turut memengaruhi cara generasi muda Madura berinteraksi di
ruang digital. Oleh karena itu, penting untuk menelaah bagaimana komunikasi
politik digital dapat membentuk literasi politik generasi Z di Kabupaten
Bangkalan.
b. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
peran komunikasi politik digital dalam membentuk literasi politik generasi Z di
Kabupaten Bangkalan?
2. Faktor-faktor
apa saja yang memengaruhi tingkat literasi politik generasi Z dalam menggunakan
media digital di Kabupaten Bangkalan?
3. Bagaimana
bentuk interaksi dan partisipasi politik generasi Z di ruang digital dalam
konteks lokal Bangkalan?
c. Tujuan
Penelitian
1. Untuk
menjelaskan peran komunikasi politik digital dalam membentuk literasi politik
generasi Z di Kabupaten Bangkalan
2. Untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi tingkat literasi politik
generasi Z dalam menggunakan media digital di Kabupaten Bangkalan
3. Untuk
menganalisis bentuk interaksi dan partisipasi politik generasi Z di ruang
digital dalam konteks sosial dan budaya masyarakat Bangkalan
d. Tujuan
Penelitian
1. Menjelaskan
peran komunikasi politik digital dalam membentuk literasi
politik generasi Z di Kabupaten Bangkalan
2. Mengidentifikasi
faktor-faktor yang memengaruhi tingkat literasi politik generasi
Z dalam menggunakan media digital di Kabupaten Bangkalan
3. Menganalisis
bentuk interaksi dan partisipasi politik generasi Z di ruang digital
dalam konteks sosial dan budaya masyarakat Bangkalan.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode studi pustaka. Pendekatan
ini dipilih karena tujuan penelitian adalah memahami fenomena komunikasi
politik digital dalam pembentukan literasi politik generasi Z di Kabupaten
Bangkalan berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian terdahulu. Data
dikumpulkan melalui telaah literatur yang relevan, baik dari jurnal ilmiah
nasional, buku teks komunikasi politik, maupun hasil penelitian yang membahas
generasi Z dan literasi politik digital.
Analisis data dilakukan dengan teknik analisis isi
yang bersifat tematik. Setiap data literatur diklasifikasikan berdasarkan tema
utama seperti peran media sosial dalam politik, tingkat literasi politik
generasi muda, serta pengaruh konteks sosial terhadap perilaku politik di
daerah. Temuan dari berbagai literatur kemudian dibandingkan dan disintesiskan
untuk mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai bagaimana komunikasi politik
digital memengaruhi literasi politik generasi Z, khususnya dalam konteks sosial
budaya Kabupaten Bangkalan.
TEMUAN
Hasil kajian literatur menunjukkan bahwa komunikasi
politik digital berperan signifikan dalam pembentukan literasi politik generasi
Z di Indonesia, termasuk di Kabupaten Bangkalan. Media sosial seperti
Instagram, TikTok, YouTube, dan X (Twitter) menjadi wadah utama bagi generasi
muda untuk memperoleh serta menyebarkan informasi politik. (Nabila et al. 2025,
hlm. 272) menegaskan bahwa paparan terhadap konten politik di media sosial
dapat meningkatkan pemahaman dan partisipasi generasi muda terhadap isu politik
lokal maupun nasional.
Namun, sebagian besar literatur juga menunjukkan bahwa
tidak semua penggunaan media digital menghasilkan peningkatan literasi politik
yang positif. Disitu mencatat bahwa meskipun generasi Z aktif dalam ruang
digital, kemampuan berpikir kritis mereka terhadap pesan politik masih rendah. (Fadillah
et al. 2025, hlm. 31) menambahkan bahwa literasi digital yang lemah membuat
generasi muda mudah terpengaruh oleh hoaks, bias politik, dan polarisasi opini.
Di sisi lain, konteks sosial budaya Bangkalan yang religius dan kolektif turut
membentuk cara generasi muda menafsirkan pesan politik (Rudianto, 2024, hlm.
38).
Secara umum, temuan ini mengindikasikan bahwa
komunikasi politik digital memiliki potensi besar dalam meningkatkan literasi
politik generasi Z. Akan tetapi, efektivitasnya bergantung pada tiga faktor
utama: kemampuan literasi digital individu, pengaruh budaya dan lingkungan
sosial, serta keberadaan pendidikan politik yang mendukung pembentukan sikap
kritis dan etis di ruang digital.
PEMBAHASAN
1. Peran Komunikasi Politik Digital dalam Pembentukan
Literasi Politik Generasi Z
Komunikasi politik digital telah menjadi instrumen
utama dalam membentuk kesadaran politik generasi Z. Transformasi komunikasi
politik yang sebelumnya bersifat elitis kini menjadi lebih terbuka dan
interaktif. Menurut Hasfi (2019, hlm. 221), digitalisasi komunikasi politik
menandai era baru di mana masyarakat tidak lagi menjadi penerima pasif pesan
politik, melainkan turut berperan sebagai partisipan aktif dalam membangun
opini publik. Platform seperti Instagram dan TikTok memudahkan generasi muda
untuk mengakses isu politik melalui konten kreatif seperti video singkat,
infografis, dan siaran langsung.
Di Kabupaten Bangkalan, fenomena ini terlihat dari
meningkatnya aktivitas generasi muda di ruang digital selama masa kampanye dan
diskusi publik menjelang Pemilu 2024. Media sosial menjadi jembatan antara isu
politik nasional dengan konteks lokal. (Haryani et al. 2024, hlm. 23)
menjelaskan bahwa keterlibatan generasi muda dalam diskusi politik online dapat
memperluas wawasan dan mendorong partisipasi politik yang lebih aktif. Akan
tetapi, tanpa literasi politik yang baik, arus informasi digital juga bisa menimbulkan
distorsi pemahaman. Misalnya, berita politik yang disebarkan tanpa verifikasi
atau opini politik yang disampaikan tanpa dasar pengetahuan yang kuat dapat
menciptakan persepsi yang bias.
Kondisi ini menunjukkan bahwa komunikasi politik
digital memiliki dua sisi: di satu sisi menjadi sarana edukatif, di sisi lain
dapat memperburuk pemahaman politik jika tidak disertai kemampuan berpikir
kritis. Oleh karena itu, peningkatan literasi politik tidak cukup hanya dengan
memperbanyak akses terhadap informasi, tetapi juga perlu menguatkan kemampuan
analisis dan verifikasi di kalangan generasi muda. Dengan demikian, komunikasi
politik digital seharusnya diarahkan bukan sekadar untuk penyebaran pesan politik,
tetapi juga untuk membangun kesadaran demokratis dan kemampuan reflektif
terhadap isu publik.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Literasi Politik
Generasi Z
Berdasarkan hasil kajian literatur, terdapat beberapa
faktor utama yang memengaruhi literasi politik generasi Z di Kabupaten
Bangkalan. Faktor pertama adalah kemampuan literasi digital individu, yakni
sejauh mana seseorang mampu memahami, menilai, dan mengelola informasi politik
di media sosial. (Fadillah et al. 2025, hlm. 31) menyebutkan bahwa literasi
digital yang baik berperan penting dalam membentuk pemahaman politik yang
objektif dan rasional. Generasi muda dengan literasi digital tinggi cenderung
memiliki kesadaran lebih baik terhadap bias informasi serta lebih selektif
dalam menanggapi konten politik.
Faktor kedua adalah pengaruh sosial budaya lokal.
Masyarakat Bangkalan memiliki nilai-nilai kolektif yang kuat, di mana
pengambilan keputusan sering kali dipengaruhi oleh tokoh masyarakat atau figur
keagamaan. (Rudianto 2024, hlm. 37) menemukan bahwa budaya Madura yang
paternalistik dapat memengaruhi cara generasi muda menafsirkan pesan politik.
Banyak generasi Z yang masih menjadikan pendapat keluarga atau tokoh agama
sebagai rujukan utama dalam menilai isu politik, bahkan ketika mereka aktif di
dunia digital. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses pembentukan literasi
politik tidak hanya ditentukan oleh faktor teknologi, tetapi juga oleh norma
dan struktur sosial yang berlaku di lingkungan masyarakat.
Faktor ketiga adalah peran lembaga pendidikan dan
media lokal. (Usman & Khoerunnisa 2024, hlm. 17) menegaskan bahwa
pendidikan berbasis literasi digital di sekolah dan perguruan tinggi mampu
meningkatkan kemampuan berpikir kritis generasi muda dalam menilai isu politik.
Di Bangkalan, lembaga pendidikan dapat memainkan peran strategis dalam
menyediakan ruang diskusi politik yang terbuka dan bebas dari intervensi
ideologis. Selain itu, media lokal memiliki tanggung jawab moral untuk
menyajikan informasi politik yang seimbang dan berorientasi edukasi. Kolaborasi
antara lembaga pendidikan, media, dan pemerintah daerah akan sangat menentukan
keberhasilan peningkatan literasi politik generasi Z.
Kendala lain yang perlu diperhatikan adalah
kesenjangan akses digital. Tidak semua wilayah di Bangkalan memiliki
infrastruktur internet yang memadai, terutama daerah pedesaan. Hal ini
menyebabkan perbedaan tingkat literasi politik antara generasi muda di wilayah
perkotaan dan pedesaan. (Menurut Nabila et al. 2025, hlm. 275), akses terhadap
informasi digital yang terbatas berpotensi memperlebar kesenjangan pengetahuan
politik antar kelompok masyarakat. Oleh karena itu, upaya peningkatan literasi
politik digital harus disertai dengan kebijakan pemerataan akses teknologi dan
pelatihan literasi digital yang menjangkau daerah terpencil.
3. Interaksi dan Partisipasi Politik Generasi Z di Ruang
Digital
Interaksi politik generasi Z di ruang digital
mencerminkan perubahan pola partisipasi politik di era modern. Jika sebelumnya
partisipasi politik hanya diukur dari kehadiran dalam pemilihan umum, kini
media sosial membuka peluang bagi generasi muda untuk berpartisipasi melalui
aktivitas daring. (Evita 2024, hlm. 12–13) mencatat bahwa partisipasi digital
generasi Z meliputi berbagi konten politik, mengomentari isu publik, membuat
kampanye digital, hingga membentuk komunitas virtual yang memperjuangkan
nilai-nilai tertentu.
Namun, (Tarigan et al. 2024, hlm. 103) mengingatkan
bahwa sebagian besar partisipasi digital masih bersifat permukaan. Banyak
pengguna muda yang berpartisipasi hanya karena tren atau ajakan teman, bukan
karena pemahaman mendalam terhadap isu politik. Fenomena ini juga terlihat di
Bangkalan, di mana sebagian generasi muda aktif berinteraksi di ruang digital,
tetapi kurang memahami substansi dari isu yang mereka bahas. Oleh karena itu,
penguatan literasi politik digital perlu diarahkan agar partisipasi generasi Z
tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga reflektif dan berbasis pemikiran
kritis.
Partisipasi politik digital yang sehat memerlukan
kombinasi antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab etis dalam
berpendapat. (Hasfi 2019, hlm. 230) menegaskan bahwa komunikasi politik digital
yang ideal adalah komunikasi yang mendorong dialog publik, memperluas akses
terhadap informasi, dan membangun kesadaran politik yang partisipatif. Dalam
konteks Bangkalan, ini berarti generasi muda harus dilatih untuk mampu
mengelola kebebasan berekspresi dengan etika digital yang baik. Kegiatan
seperti diskusi publik online, pelatihan jurnalisme warga, dan kampanye
literasi digital dapat menjadi sarana untuk mengembangkan kemampuan tersebut.
Selain itu, pemerintah daerah memiliki peran penting
dalam memfasilitasi partisipasi digital generasi muda. Kolaborasi antara
lembaga pendidikan, pemerintah, dan komunitas lokal dapat memperkuat budaya
berdiskusi yang sehat di ruang digital. Program seperti ORMAS LSM bisa menjadi
wadah konkret bagi generasi Z untuk belajar mengelola opini publik dengan
bijak. Dengan demikian, partisipasi politik digital tidak hanya menjadi
ekspresi spontan di media sosial, tetapi juga bentuk kontribusi nyata dalam
proses demokrasi lokal.
KESIMPULAN
Komunikasi politik digital memiliki peran penting
dalam membentuk literasi politik generasi Z di Kabupaten Bangkalan. Melalui
media sosial seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan X (Twitter), generasi muda
memperoleh akses luas terhadap informasi politik dan ikut berpartisipasi dalam
diskusi publik. Transformasi ini menandai pergeseran dari pola komunikasi
politik tradisional menuju komunikasi dua arah yang lebih interaktif dan
partisipatif, sehingga generasi muda dapat terlibat langsung dalam dinamika politik
secara terbuka.
Namun, efektivitas komunikasi politik digital sangat
bergantung pada tingkat literasi digital, pengaruh sosial budaya, serta
dukungan dari lembaga pendidikan dan pemerintah daerah. Rendahnya kemampuan
berpikir kritis membuat sebagian generasi Z masih rentan terhadap hoaks dan
misinformasi. Oleh karena itu, penguatan literasi politik digital perlu
dilakukan secara kolaboratif melalui pendidikan, teknologi, dan nilai budaya
lokal agar generasi muda Bangkalan dapat tumbuh menjadi masyarakat yang cerdas,
kritis, dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik.
DAFTAR PUSTAKA
Evita, N. (2024). Generasi
Z dalam Pemilu: Pola Bermedia Generasi Z dalam Pencarian Informasi Politik.
Electoral Governance: Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia, 5(1), 11–15.
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia.
Fadillah, F. H.,
Muzaffarsyah, T., Abdullah, T., & Zulhilmi, Z. (2025). Literasi Politik
Generasi Z pada Pemilu Tahun 2024: Studi Pemilihan Legislatif di Kota
Lhokseumawe. Journal of Politics, Governance, and Administration, 1(1),
28–35. Lakaspia Institute.
Haryani, T. N., Amin, M.
I., Husna, A. M., & Lestari, S. M. (2024). Penguatan Literasi Politik
bagi Generasi Z: Kajian Sebelum Masa Pemilihan Umum 2024. Jurnal Kapita
Sosial Politik, 1(1), 20–32. Baskara Publisher.
Hasfi, N. (2019). Komunikasi
Politik di Era Digital. Politika: Jurnal Ilmu Politik, 10(2),
219–236. Universitas Diponegoro.
Nabila, V., Nurhadi, Z.
F., & Kurniawan, A. W. (2025). Pengaruh Media Sosial Instagram terhadap
Literasi Politik Gen Z pada Pilkada 2024 di Kabupaten Garut. Jurnal
Communio: Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi, 14(2), 269–285. Universitas Nusa
Cendana.
Rudianto. (2024). TikTok,
Identitas Sosial, dan Stereotip Negatif Etnik Madura: Studi Lapangan di
Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan. Jurnal Sosiologi, 9(1), 35–42.
Universitas Padjadjaran.
Tarigan, V. C. E.,
Asnawi, M. I., Rokan, M. P., Girsang, L. W. P., & Simbolon, N. (2024). Pengaruh
Media Sosial terhadap Keterlibatan Politik Generasi Z dalam Pemilihan Gubernur
Sumatera Utara 2024. Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum, 4(3), 99–106.
Locus Media.
Usman, A., &
Khoerunnisa, K. (2024). Strategi Berkomunikasi di Era Digital bagi Generasi
Z. Bhakti Karya dan Inovatif, 1(1), 14–19. Universitas Informatika
dan Bisnis Indonesia.

0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda