Jumat, 17 Oktober 2025

ESSAY (Apakah Media Konvensional Masih Relevan di Era Digital? ** Analisis Kritis dalam Konteks Masyarakat Madura, Studi di Kabupaten Bangkalan)

 

Apakah Media Konvensional Masih Relevan di Era Digital?

Analisis Kritis dalam Konteks Masyarakat Madura, Studi di Kabupaten Bangkalan

Oleh : Mohammad  Faisol

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi digital telah mengubah wajah komunikasi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Arus informasi kini berjalan dengan kecepatan tinggi melalui media sosial, portal berita daring, dan berbagai platform digital. Media digital menjadi ruang publik baru yang menuntut kecepatan, interaktivitas, dan kemudahan akses. Namun di tengah dominasi dunia digital ini, muncul pertanyaan kritis: apakah media konvensional masih relevan di era digital, khususnya di daerah seperti Madura?

Pertanyaan ini penting karena tidak semua wilayah Indonesia memiliki tingkat literasi digital dan infrastruktur internet yang merata. Di daerah seperti Madura, terutama Kabupaten Bangkalan, banyak masyarakat yang masih berinteraksi dengan media tradisional seperti radio dan surat kabar lokal. Sebagai contoh, radio lokal seperti Suara Bangkalan FM dan Segara FM masih menjadi sarana informasi dan hiburan utama masyarakat. Fenomena ini menunjukkan bahwa relevansi media konvensional tidak hanya ditentukan oleh kemajuan teknologi, tetapi juga oleh faktor sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat.

Esai ini akan mengkaji secara kritis relevansi media konvensional di era digital dengan fokus pada masyarakat Bangkalan, Madura. Analisis ini menggunakan pendekatan teoretis dari lima buku utama yaitu: Buku Ajar Komunikasi Massa (Hadi et al., 2021), Komunikasi Digital (Asari et al., 2023), Media, Komunikasi dan Jurnalistik di Era Digital (Fadila et al., 2024), Media Pembelajaran: Dari Masa Konvensional Hingga Digital (Syarifuddin & Utari, 2022), dan Konvergensi dari Media Konvensional ke Digital (Nurrahmah, 2017) serta didukung data empiris dari BPS, APJII, dan riset lokal Bangkalan.

PEMBAHASAN

Menurut (Hadi, Wahjudianata, dan Indrayani. 2021), media konvensional memiliki tiga fungsi utama: sebagai penyampai informasi, sarana hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi ini tidak hilang di era digital, melainkan beradaptasi dengan bentuk baru komunikasi. Di Madura, media konvensional seperti radio dan surat kabar masih menjalankan fungsi tersebut dengan menyesuaikan format penyiaran agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Secara nasional, penetrasi internet di Indonesia mencapai 80,66% dari total populasi (APJII, 2025). Namun, survei yang sama menunjukkan bahwa penetrasi di daerah pedesaan hanya 76,96%, jauh di bawah rata-rata perkotaan (85,53%). Dengan karakter geografis dan sosial Madura yang didominasi daerah pedesaan, hal ini menandakan masih banyak warga Bangkalan yang belum sepenuhnya bergantung pada media digital. Media konvensional pun menjadi saluran komunikasi yang lebih terjangkau dan mudah diakses.

Kondisi ekonomi juga menjadi faktor penting. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bangkalan tahun 2024, rata-rata garis kemiskinan di Bangkalan adalah Rp 2.877.309 per rumah tangga per bulan, dengan rata-rata anggota keluarga sebanyak 5,26 orang. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah, yang membuat akses internet, kuota data, dan perangkat digital menjadi beban tersendiri. Dalam konteks ini, radio dan televisi konvensional menjadi pilihan rasional karena tidak membutuhkan biaya akses tambahan seperti kuota internet.

Selain faktor ekonomi, aspek sosial-budaya juga memperkuat relevansi media konvensional di Bangkalan. (Nurrahmah. 2017) menjelaskan bahwa konvergensi media bukan berarti penghapusan media lama, melainkan integrasi antara media tradisional dengan teknologi baru. Hal ini tampak pada radio Suara Bangkalan FM yang tetap menyiarkan program berbahasa Madura sambil memperluas jangkauan melalui akun media sosial seperti Facebook dan YouTube. Berdasarkan data dari (data.go.id.2023), radio ini memiliki peningkatan jumlah pengikut media sosial secara konsisten pada 2022-2023, menunjukkan adaptasi media konvensional ke ekosistem digital tanpa kehilangan karakter lokalnya.

Fenomena serupa juga terlihat pada Radio Segara FM Bangkalan. Berdasarkan penelitian Neliti (Rohman, 2021), radio ini menerapkan strategi Integrated Marketing Communication (IMC) dengan memadukan penyiaran konvensional dan promosi digital. Program interaktif yang mengundang partisipasi masyarakat melalui telepon dan media sosial menjadi cara baru mempertahankan audiens muda. Strategi seperti ini sejalan dengan pandangan (Syarifuddin dan Utari.2022) bahwa media konvensional yang mengadopsi pendekatan digital akan tetap relevan, selama tidak meninggalkan fungsi edukatif dan partisipatifnya.

Meskipun kehadiran media digital semakin luas, data empiris menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih mendengarkan radio. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024, sekitar 8,6% penduduk Indonesia masih menjadi pendengar aktif radio setara dengan lebih dari 25 juta orang. Radio bahkan dianggap sebagai media dengan tingkat hoaks terendah, yakni hanya 0,2% menurut Komisi Penyiaran Indonesia (KPI, 2023). Fakta ini menguatkan temuan (Fadila et al.2024) bahwa media konvensional memiliki keunggulan dari sisi kredibilitas dan kepercayaan publik dibandingkan media sosial yang rawan manipulasi informasi.

Di Bangkalan sendiri, kedekatan media dengan masyarakat menjadi kunci keberlanjutan. Siaran radio yang menggunakan bahasa Madura memperkuat rasa memiliki masyarakat terhadap media lokal. Program seperti “Kabar Bangkalan Hari Ini” dan “Dialog Interaktif Pemerintah Daerah” di Suara Bangkalan FM menunjukkan bahwa radio masih menjadi ruang publik efektif untuk menyampaikan informasi pemerintah dan sosial kemasyarakatan. (Fadila et al. 2024) menegaskan bahwa kedekatan emosional antara media dan masyarakat lokal adalah salah satu faktor utama yang membuat media konvensional tetap relevan di era modern.

Dari perspektif komunikasi digital, (Asari et al.2023) menjelaskan bahwa teknologi seharusnya tidak menggantikan peran media lama, tetapi memperkaya ekologi komunikasi. Dalam konteks Bangkalan, ini terlihat dari sinergi antara media konvensional dan digital. Radio tetap menjadi medium utama bagi masyarakat desa dan pelaku UMKM untuk promosi lokal, sementara media sosial menjadi kanal pendukung yang memperluas jangkauan audiens. Pola ini menggambarkan model konvergensi dua arah: media lama tetap berfungsi sebagai pusat kepercayaan publik, sementara media digital menjadi perpanjangan distribusi informasinya.

Selain itu, masih banyak kelompok masyarakat Bangkalan yang belum aktif menggunakan media digital. Berdasarkan temuan Internet, Media Sosial, dan Perubahan Sosial di Madura (Trunojoyo Press, 2022), literasi digital masyarakat Madura relatif rendah dibandingkan rata-rata Jawa Timur. Banyak warga masih menggunakan internet secara pasif hanya untuk hiburan, bukan untuk mencari informasi kritis atau berita publik. Dengan demikian, media konvensional berperan penting sebagai penyeimbang agar informasi publik tetap sampai ke semua lapisan masyarakat khususnya plosok desa.

Dari sisi pendidikan dan literasi, media konvensional juga masih efektif digunakan dalam penyuluhan dan pembelajaran publik di Bangkalan. Radio lokal sering dijadikan sarana kampanye kesehatan, pendidikan anak, dan penyuluhan pertanian. Misalnya, program “Karimata Peduli” dan “Suara Desa” menghadirkan narasumber pemerintah daerah, dokter, hingga tokoh masyarakat. Program semacam ini menunjukkan relevansi media konvensional dalam fungsi edukatif dan pemberdayaan sosial, sebagaimana ditegaskan (Syarifuddin dan Utari. 2022) bahwa media tradisional masih memiliki daya guna tinggi dalam pendidikan masyarakat di era digital.

Oleh karena itu, meskipun media digital terus mendominasi ruang komunikasi global, media konvensional di Bangkalan masih relevan karena tiga alasan utama. Pertama, aksesibilitas ekonomi dan infrastruktur radio dan televisi lebih murah dan mudah diakses. Kedua, kredibilitas dan kepercayaan sosial masyarakat lebih percaya pada media lokal yang akrab dengan budaya mereka. Ketiga, fungsi budaya dan lokalitas media konvensional masih berperan menjaga identitas Madura melalui bahasa, tradisi, dan nilai gotong royong. Sejalan dengan pandangan (Nurrahmah 2017), selama media konvensional mampu beradaptasi tanpa kehilangan nilai lokalnya, maka ia tetap relevan di tengah arus globalisasi digital.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis teoretis dan data empiris, dapat disimpulkan bahwa media konvensional masih relevan di era digital, khususnya di Bangkalan, Madura. Relevansi ini tidak hanya karena keterbatasan infrastruktur digital, tetapi juga karena media konvensional memiliki nilai sosial, budaya, dan kredibilitas yang tidak tergantikan oleh media digital.

Media seperti Suara Bangkalan FM dan Segara FM menjadi contoh nyata bahwa adaptasi teknologi tidak harus menghilangkan nilai tradisional. Dengan tetap menyiarkan program lokal dan memanfaatkan platform digital, media konvensional mampu menjaga keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian budaya lokal.

Dengan demikian, masa depan media konvensional di Madura bergantung pada kemampuan mereka beradaptasi secara kreatif terhadap perkembangan digital tanpa kehilangan identitas sosial dan kedekatan dengan masyarakat. Dalam konteks seperti Bangkalan, media konvensional bukanlah sisa masa lalu, melainkan penjaga nilai-nilai lokal yang menyesuaikan diri di era global.


 

DAFTAR PUSTAKA

Asari, A., Syaifuddin, E. R., Ningsi, N., Sudianto, H. D. M., Adhicandra, I., Nuraini, R., Baijuri, A., Pamungkas, A., Kusumah, F. G., Yuhanda, G. P., & Murti, S. (2023). Komunikasi Digital. Penerbit Lakeisha.

Fadila, R. N., Rahma, M. A., Trisnawati, T., Fitri, H., Astuti, W., Ahmad, R. H., Fuadin, R. F., Barokah, P. R., & Fisya’bani, F. (2024). Media, Komunikasi dan Jurnalistik di Era Digital: Teori, Praktik, dan Tantangan Masa Depan. PT Qriset Indonesia.

Hadi, I. P., Wahjudianata, M., & Indrayani, I. I. (2021). Buku Ajar Komunikasi Massa. CV Qiara Media.

Nurrahmah. (2017). Konvergensi dari Media Konvensional ke Digital (Studi pada Harian Ujungpandang Ekspres). Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Syarifuddin, & Utari, E. D. (2022). Media Pembelajaran: Dari Masa Konvensional Hingga Digital. Bening Media Publishing.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bangkalan. (2024). Kabupaten Bangkalan dalam Angka 2024.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). (2025). Survei Penetrasi Internet Indonesia 2025.

Rohman, A. (2021). Penerapan Integrated Marketing Communication di Media Radio Segara FM Bangkalan. Neliti.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). (2023). Laporan Indeks Kepercayaan Publik terhadap Media Penyiaran.

Kamis, 16 Oktober 2025

ARTIKEL (PERAN KOMUNIKASI POLITIK DIGITAL DALAM PEMBENTUKAN LITERASI POLITIK GENERASI Z DI KABUPATEN BANGKALAN)

 

PERAN KOMUNIKASI POLITIK DIGITAL DALAM PEMBENTUKAN LITERASI POLITIK GENERASI Z DI KABUPATEN BANGKALAN

Mohammad Faisol

Mohammadfaisol032@gmail.com

Jurusan Ilmu Komunikasi – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang PO Box 2, Kamal, Bangkalan, Madura

 

Abstrak

Perkembangan teknologi digital telah mengubah pola komunikasi politik, khususnya di kalangan generasi Z. Media sosial menjadi sarana utama dalam memperoleh dan menyebarkan informasi politik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran komunikasi politik digital terhadap pembentukan literasi politik generasi Z di Kabupaten Bangkalan. Metode yang digunakan ialah studi pustaka dengan menganalisis beberapa jurnal ilmiah terkini. Hasilnya menunjukkan bahwa komunikasi politik digital berperan penting dalam meningkatkan kesadaran politik, kemampuan berpikir kritis, dan partisipasi politik generasi muda di era digital.

Kata kunci: komunikasi politik digital, literasi politik, generasi Z, Bangkalan

Abstrak

The development of digital technology has transformed political communication patterns, particularly among Generation Z. Social media has become a primary means of obtaining and disseminating political information. This study aims to analyze the role of digital political communication in shaping the political literacy of Generation Z in Bangkalan Regency. The method used is a literature review, analyzing several recent scientific journals. The results indicate that digital political communication plays a significant role in increasing political awareness, critical thinking skills, and political participation among young people in the digital era.

Keywords: digital political communication, political literacy, Generation Z, Bangkalan

PENDAHULUAN

a.     Latar Belakang

Perkembangan teknologi digital telah menghadirkan perubahan signifikan dalam pola komunikasi politik di Indonesia. (Hasfi. 2019) menyebutkan bahwa media digital memungkinkan penyebaran pesan politik secara cepat dan interaktif, menggantikan pola komunikasi satu arah melalui media konvensional. Transformasi ini membuka ruang dialog yang lebih luas antara politisi dan masyarakat, terutama generasi muda. Generasi Z, yang tumbuh di tengah kemajuan teknologi, merupakan kelompok dengan ketergantungan tinggi terhadap media digital. (Haryani et al. 2024) menjelaskan bahwa generasi ini aktif dalam mencari dan menanggapi isu politik melalui platform media sosial. (Evita. 2024) menambahkan bahwa literasi politik Gen Z dapat berkembang seiring meningkatnya keterlibatan mereka di ruang digital, asalkan diimbangi kemampuan berpikir kritis dan etika bermedia yang baik.

Namun, rendahnya kemampuan memilah informasi politik masih menjadi masalah. (Nabila et al. 2025) menegaskan bahwa keterbatasan literasi digital membuat generasi muda mudah terpapar hoaks dan bias informasi. (Fadillah et al. 2025) juga menyoroti pentingnya penguatan literasi politik berbasis nilai demokrasi agar generasi muda mampu menilai isu politik secara objektif. (Tarigan et al. 2024) menambahkan bahwa komunikasi politik digital yang tidak etis dapat memperburuk polarisasi publik dan menurunkan kepercayaan terhadap proses politik. Konteks lokal Bangkalan memberikan gambaran yang menarik karena masih terdapat kesenjangan literasi digital antarwilayah. (Usman & Khoerunnisa 2024) menekankan perlunya strategi komunikasi digital yang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat daerah. (Rudianto 2024) menunjukkan bahwa budaya lokal dan persepsi sosial turut memengaruhi cara generasi muda Madura berinteraksi di ruang digital. Oleh karena itu, penting untuk menelaah bagaimana komunikasi politik digital dapat membentuk literasi politik generasi Z di Kabupaten Bangkalan.

b.     Rumusan Masalah

1.     Bagaimana peran komunikasi politik digital dalam membentuk literasi politik generasi Z di Kabupaten Bangkalan?

2.     Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat literasi politik generasi Z dalam menggunakan media digital di Kabupaten Bangkalan?

3.     Bagaimana bentuk interaksi dan partisipasi politik generasi Z di ruang digital dalam konteks lokal Bangkalan?

c.     Tujuan Penelitian

1.     Untuk menjelaskan peran komunikasi politik digital dalam membentuk literasi politik generasi Z di Kabupaten Bangkalan

2.     Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi tingkat literasi politik generasi Z dalam menggunakan media digital di Kabupaten Bangkalan

3.     Untuk menganalisis bentuk interaksi dan partisipasi politik generasi Z di ruang digital dalam konteks sosial dan budaya masyarakat Bangkalan

d.     Tujuan Penelitian

1.     Menjelaskan peran komunikasi politik digital dalam membentuk literasi politik generasi Z di Kabupaten Bangkalan

2.     Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi tingkat literasi politik generasi Z dalam menggunakan media digital di Kabupaten Bangkalan

3.     Menganalisis bentuk interaksi dan partisipasi politik generasi Z di ruang digital dalam konteks sosial dan budaya masyarakat Bangkalan.

METODE PENELITIAN

         Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode studi pustaka. Pendekatan ini dipilih karena tujuan penelitian adalah memahami fenomena komunikasi politik digital dalam pembentukan literasi politik generasi Z di Kabupaten Bangkalan berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian terdahulu. Data dikumpulkan melalui telaah literatur yang relevan, baik dari jurnal ilmiah nasional, buku teks komunikasi politik, maupun hasil penelitian yang membahas generasi Z dan literasi politik digital.

Analisis data dilakukan dengan teknik analisis isi yang bersifat tematik. Setiap data literatur diklasifikasikan berdasarkan tema utama seperti peran media sosial dalam politik, tingkat literasi politik generasi muda, serta pengaruh konteks sosial terhadap perilaku politik di daerah. Temuan dari berbagai literatur kemudian dibandingkan dan disintesiskan untuk mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai bagaimana komunikasi politik digital memengaruhi literasi politik generasi Z, khususnya dalam konteks sosial budaya Kabupaten Bangkalan.

TEMUAN

Hasil kajian literatur menunjukkan bahwa komunikasi politik digital berperan signifikan dalam pembentukan literasi politik generasi Z di Indonesia, termasuk di Kabupaten Bangkalan. Media sosial seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan X (Twitter) menjadi wadah utama bagi generasi muda untuk memperoleh serta menyebarkan informasi politik. (Nabila et al. 2025, hlm. 272) menegaskan bahwa paparan terhadap konten politik di media sosial dapat meningkatkan pemahaman dan partisipasi generasi muda terhadap isu politik lokal maupun nasional.

Namun, sebagian besar literatur juga menunjukkan bahwa tidak semua penggunaan media digital menghasilkan peningkatan literasi politik yang positif. Disitu mencatat bahwa meskipun generasi Z aktif dalam ruang digital, kemampuan berpikir kritis mereka terhadap pesan politik masih rendah. (Fadillah et al. 2025, hlm. 31) menambahkan bahwa literasi digital yang lemah membuat generasi muda mudah terpengaruh oleh hoaks, bias politik, dan polarisasi opini. Di sisi lain, konteks sosial budaya Bangkalan yang religius dan kolektif turut membentuk cara generasi muda menafsirkan pesan politik (Rudianto, 2024, hlm. 38).

Secara umum, temuan ini mengindikasikan bahwa komunikasi politik digital memiliki potensi besar dalam meningkatkan literasi politik generasi Z. Akan tetapi, efektivitasnya bergantung pada tiga faktor utama: kemampuan literasi digital individu, pengaruh budaya dan lingkungan sosial, serta keberadaan pendidikan politik yang mendukung pembentukan sikap kritis dan etis di ruang digital.

PEMBAHASAN

1.     Peran Komunikasi Politik Digital dalam Pembentukan Literasi Politik Generasi Z

Komunikasi politik digital telah menjadi instrumen utama dalam membentuk kesadaran politik generasi Z. Transformasi komunikasi politik yang sebelumnya bersifat elitis kini menjadi lebih terbuka dan interaktif. Menurut Hasfi (2019, hlm. 221), digitalisasi komunikasi politik menandai era baru di mana masyarakat tidak lagi menjadi penerima pasif pesan politik, melainkan turut berperan sebagai partisipan aktif dalam membangun opini publik. Platform seperti Instagram dan TikTok memudahkan generasi muda untuk mengakses isu politik melalui konten kreatif seperti video singkat, infografis, dan siaran langsung.

Di Kabupaten Bangkalan, fenomena ini terlihat dari meningkatnya aktivitas generasi muda di ruang digital selama masa kampanye dan diskusi publik menjelang Pemilu 2024. Media sosial menjadi jembatan antara isu politik nasional dengan konteks lokal. (Haryani et al. 2024, hlm. 23) menjelaskan bahwa keterlibatan generasi muda dalam diskusi politik online dapat memperluas wawasan dan mendorong partisipasi politik yang lebih aktif. Akan tetapi, tanpa literasi politik yang baik, arus informasi digital juga bisa menimbulkan distorsi pemahaman. Misalnya, berita politik yang disebarkan tanpa verifikasi atau opini politik yang disampaikan tanpa dasar pengetahuan yang kuat dapat menciptakan persepsi yang bias.

Kondisi ini menunjukkan bahwa komunikasi politik digital memiliki dua sisi: di satu sisi menjadi sarana edukatif, di sisi lain dapat memperburuk pemahaman politik jika tidak disertai kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu, peningkatan literasi politik tidak cukup hanya dengan memperbanyak akses terhadap informasi, tetapi juga perlu menguatkan kemampuan analisis dan verifikasi di kalangan generasi muda. Dengan demikian, komunikasi politik digital seharusnya diarahkan bukan sekadar untuk penyebaran pesan politik, tetapi juga untuk membangun kesadaran demokratis dan kemampuan reflektif terhadap isu publik.

2.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Literasi Politik Generasi Z

Berdasarkan hasil kajian literatur, terdapat beberapa faktor utama yang memengaruhi literasi politik generasi Z di Kabupaten Bangkalan. Faktor pertama adalah kemampuan literasi digital individu, yakni sejauh mana seseorang mampu memahami, menilai, dan mengelola informasi politik di media sosial. (Fadillah et al. 2025, hlm. 31) menyebutkan bahwa literasi digital yang baik berperan penting dalam membentuk pemahaman politik yang objektif dan rasional. Generasi muda dengan literasi digital tinggi cenderung memiliki kesadaran lebih baik terhadap bias informasi serta lebih selektif dalam menanggapi konten politik.

Faktor kedua adalah pengaruh sosial budaya lokal. Masyarakat Bangkalan memiliki nilai-nilai kolektif yang kuat, di mana pengambilan keputusan sering kali dipengaruhi oleh tokoh masyarakat atau figur keagamaan. (Rudianto 2024, hlm. 37) menemukan bahwa budaya Madura yang paternalistik dapat memengaruhi cara generasi muda menafsirkan pesan politik. Banyak generasi Z yang masih menjadikan pendapat keluarga atau tokoh agama sebagai rujukan utama dalam menilai isu politik, bahkan ketika mereka aktif di dunia digital. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses pembentukan literasi politik tidak hanya ditentukan oleh faktor teknologi, tetapi juga oleh norma dan struktur sosial yang berlaku di lingkungan masyarakat.

Faktor ketiga adalah peran lembaga pendidikan dan media lokal. (Usman & Khoerunnisa 2024, hlm. 17) menegaskan bahwa pendidikan berbasis literasi digital di sekolah dan perguruan tinggi mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis generasi muda dalam menilai isu politik. Di Bangkalan, lembaga pendidikan dapat memainkan peran strategis dalam menyediakan ruang diskusi politik yang terbuka dan bebas dari intervensi ideologis. Selain itu, media lokal memiliki tanggung jawab moral untuk menyajikan informasi politik yang seimbang dan berorientasi edukasi. Kolaborasi antara lembaga pendidikan, media, dan pemerintah daerah akan sangat menentukan keberhasilan peningkatan literasi politik generasi Z.

Kendala lain yang perlu diperhatikan adalah kesenjangan akses digital. Tidak semua wilayah di Bangkalan memiliki infrastruktur internet yang memadai, terutama daerah pedesaan. Hal ini menyebabkan perbedaan tingkat literasi politik antara generasi muda di wilayah perkotaan dan pedesaan. (Menurut Nabila et al. 2025, hlm. 275), akses terhadap informasi digital yang terbatas berpotensi memperlebar kesenjangan pengetahuan politik antar kelompok masyarakat. Oleh karena itu, upaya peningkatan literasi politik digital harus disertai dengan kebijakan pemerataan akses teknologi dan pelatihan literasi digital yang menjangkau daerah terpencil.

3.     Interaksi dan Partisipasi Politik Generasi Z di Ruang Digital

Interaksi politik generasi Z di ruang digital mencerminkan perubahan pola partisipasi politik di era modern. Jika sebelumnya partisipasi politik hanya diukur dari kehadiran dalam pemilihan umum, kini media sosial membuka peluang bagi generasi muda untuk berpartisipasi melalui aktivitas daring. (Evita 2024, hlm. 12–13) mencatat bahwa partisipasi digital generasi Z meliputi berbagi konten politik, mengomentari isu publik, membuat kampanye digital, hingga membentuk komunitas virtual yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu.

Namun, (Tarigan et al. 2024, hlm. 103) mengingatkan bahwa sebagian besar partisipasi digital masih bersifat permukaan. Banyak pengguna muda yang berpartisipasi hanya karena tren atau ajakan teman, bukan karena pemahaman mendalam terhadap isu politik. Fenomena ini juga terlihat di Bangkalan, di mana sebagian generasi muda aktif berinteraksi di ruang digital, tetapi kurang memahami substansi dari isu yang mereka bahas. Oleh karena itu, penguatan literasi politik digital perlu diarahkan agar partisipasi generasi Z tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga reflektif dan berbasis pemikiran kritis.

Partisipasi politik digital yang sehat memerlukan kombinasi antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab etis dalam berpendapat. (Hasfi 2019, hlm. 230) menegaskan bahwa komunikasi politik digital yang ideal adalah komunikasi yang mendorong dialog publik, memperluas akses terhadap informasi, dan membangun kesadaran politik yang partisipatif. Dalam konteks Bangkalan, ini berarti generasi muda harus dilatih untuk mampu mengelola kebebasan berekspresi dengan etika digital yang baik. Kegiatan seperti diskusi publik online, pelatihan jurnalisme warga, dan kampanye literasi digital dapat menjadi sarana untuk mengembangkan kemampuan tersebut.

Selain itu, pemerintah daerah memiliki peran penting dalam memfasilitasi partisipasi digital generasi muda. Kolaborasi antara lembaga pendidikan, pemerintah, dan komunitas lokal dapat memperkuat budaya berdiskusi yang sehat di ruang digital. Program seperti ORMAS LSM bisa menjadi wadah konkret bagi generasi Z untuk belajar mengelola opini publik dengan bijak. Dengan demikian, partisipasi politik digital tidak hanya menjadi ekspresi spontan di media sosial, tetapi juga bentuk kontribusi nyata dalam proses demokrasi lokal.

KESIMPULAN

Komunikasi politik digital memiliki peran penting dalam membentuk literasi politik generasi Z di Kabupaten Bangkalan. Melalui media sosial seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan X (Twitter), generasi muda memperoleh akses luas terhadap informasi politik dan ikut berpartisipasi dalam diskusi publik. Transformasi ini menandai pergeseran dari pola komunikasi politik tradisional menuju komunikasi dua arah yang lebih interaktif dan partisipatif, sehingga generasi muda dapat terlibat langsung dalam dinamika politik secara terbuka.

Namun, efektivitas komunikasi politik digital sangat bergantung pada tingkat literasi digital, pengaruh sosial budaya, serta dukungan dari lembaga pendidikan dan pemerintah daerah. Rendahnya kemampuan berpikir kritis membuat sebagian generasi Z masih rentan terhadap hoaks dan misinformasi. Oleh karena itu, penguatan literasi politik digital perlu dilakukan secara kolaboratif melalui pendidikan, teknologi, dan nilai budaya lokal agar generasi muda Bangkalan dapat tumbuh menjadi masyarakat yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik.

DAFTAR PUSTAKA

Evita, N. (2024). Generasi Z dalam Pemilu: Pola Bermedia Generasi Z dalam Pencarian Informasi Politik. Electoral Governance: Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia, 5(1), 11–15. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia.

Fadillah, F. H., Muzaffarsyah, T., Abdullah, T., & Zulhilmi, Z. (2025). Literasi Politik Generasi Z pada Pemilu Tahun 2024: Studi Pemilihan Legislatif di Kota Lhokseumawe. Journal of Politics, Governance, and Administration, 1(1), 28–35. Lakaspia Institute.

Haryani, T. N., Amin, M. I., Husna, A. M., & Lestari, S. M. (2024). Penguatan Literasi Politik bagi Generasi Z: Kajian Sebelum Masa Pemilihan Umum 2024. Jurnal Kapita Sosial Politik, 1(1), 20–32. Baskara Publisher.

Hasfi, N. (2019). Komunikasi Politik di Era Digital. Politika: Jurnal Ilmu Politik, 10(2), 219–236. Universitas Diponegoro.

Nabila, V., Nurhadi, Z. F., & Kurniawan, A. W. (2025). Pengaruh Media Sosial Instagram terhadap Literasi Politik Gen Z pada Pilkada 2024 di Kabupaten Garut. Jurnal Communio: Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi, 14(2), 269–285. Universitas Nusa Cendana.

Rudianto. (2024). TikTok, Identitas Sosial, dan Stereotip Negatif Etnik Madura: Studi Lapangan di Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan. Jurnal Sosiologi, 9(1), 35–42. Universitas Padjadjaran.

Tarigan, V. C. E., Asnawi, M. I., Rokan, M. P., Girsang, L. W. P., & Simbolon, N. (2024). Pengaruh Media Sosial terhadap Keterlibatan Politik Generasi Z dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2024. Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum, 4(3), 99–106. Locus Media.

Usman, A., & Khoerunnisa, K. (2024). Strategi Berkomunikasi di Era Digital bagi Generasi Z. Bhakti Karya dan Inovatif, 1(1), 14–19. Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia.