Jumat, 17 Oktober 2025

ESSAY (Apakah Media Konvensional Masih Relevan di Era Digital? ** Analisis Kritis dalam Konteks Masyarakat Madura, Studi di Kabupaten Bangkalan)

 

Apakah Media Konvensional Masih Relevan di Era Digital?

Analisis Kritis dalam Konteks Masyarakat Madura, Studi di Kabupaten Bangkalan

Oleh : Mohammad  Faisol

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi digital telah mengubah wajah komunikasi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Arus informasi kini berjalan dengan kecepatan tinggi melalui media sosial, portal berita daring, dan berbagai platform digital. Media digital menjadi ruang publik baru yang menuntut kecepatan, interaktivitas, dan kemudahan akses. Namun di tengah dominasi dunia digital ini, muncul pertanyaan kritis: apakah media konvensional masih relevan di era digital, khususnya di daerah seperti Madura?

Pertanyaan ini penting karena tidak semua wilayah Indonesia memiliki tingkat literasi digital dan infrastruktur internet yang merata. Di daerah seperti Madura, terutama Kabupaten Bangkalan, banyak masyarakat yang masih berinteraksi dengan media tradisional seperti radio dan surat kabar lokal. Sebagai contoh, radio lokal seperti Suara Bangkalan FM dan Segara FM masih menjadi sarana informasi dan hiburan utama masyarakat. Fenomena ini menunjukkan bahwa relevansi media konvensional tidak hanya ditentukan oleh kemajuan teknologi, tetapi juga oleh faktor sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat.

Esai ini akan mengkaji secara kritis relevansi media konvensional di era digital dengan fokus pada masyarakat Bangkalan, Madura. Analisis ini menggunakan pendekatan teoretis dari lima buku utama yaitu: Buku Ajar Komunikasi Massa (Hadi et al., 2021), Komunikasi Digital (Asari et al., 2023), Media, Komunikasi dan Jurnalistik di Era Digital (Fadila et al., 2024), Media Pembelajaran: Dari Masa Konvensional Hingga Digital (Syarifuddin & Utari, 2022), dan Konvergensi dari Media Konvensional ke Digital (Nurrahmah, 2017) serta didukung data empiris dari BPS, APJII, dan riset lokal Bangkalan.

PEMBAHASAN

Menurut (Hadi, Wahjudianata, dan Indrayani. 2021), media konvensional memiliki tiga fungsi utama: sebagai penyampai informasi, sarana hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi ini tidak hilang di era digital, melainkan beradaptasi dengan bentuk baru komunikasi. Di Madura, media konvensional seperti radio dan surat kabar masih menjalankan fungsi tersebut dengan menyesuaikan format penyiaran agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Secara nasional, penetrasi internet di Indonesia mencapai 80,66% dari total populasi (APJII, 2025). Namun, survei yang sama menunjukkan bahwa penetrasi di daerah pedesaan hanya 76,96%, jauh di bawah rata-rata perkotaan (85,53%). Dengan karakter geografis dan sosial Madura yang didominasi daerah pedesaan, hal ini menandakan masih banyak warga Bangkalan yang belum sepenuhnya bergantung pada media digital. Media konvensional pun menjadi saluran komunikasi yang lebih terjangkau dan mudah diakses.

Kondisi ekonomi juga menjadi faktor penting. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bangkalan tahun 2024, rata-rata garis kemiskinan di Bangkalan adalah Rp 2.877.309 per rumah tangga per bulan, dengan rata-rata anggota keluarga sebanyak 5,26 orang. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah, yang membuat akses internet, kuota data, dan perangkat digital menjadi beban tersendiri. Dalam konteks ini, radio dan televisi konvensional menjadi pilihan rasional karena tidak membutuhkan biaya akses tambahan seperti kuota internet.

Selain faktor ekonomi, aspek sosial-budaya juga memperkuat relevansi media konvensional di Bangkalan. (Nurrahmah. 2017) menjelaskan bahwa konvergensi media bukan berarti penghapusan media lama, melainkan integrasi antara media tradisional dengan teknologi baru. Hal ini tampak pada radio Suara Bangkalan FM yang tetap menyiarkan program berbahasa Madura sambil memperluas jangkauan melalui akun media sosial seperti Facebook dan YouTube. Berdasarkan data dari (data.go.id.2023), radio ini memiliki peningkatan jumlah pengikut media sosial secara konsisten pada 2022-2023, menunjukkan adaptasi media konvensional ke ekosistem digital tanpa kehilangan karakter lokalnya.

Fenomena serupa juga terlihat pada Radio Segara FM Bangkalan. Berdasarkan penelitian Neliti (Rohman, 2021), radio ini menerapkan strategi Integrated Marketing Communication (IMC) dengan memadukan penyiaran konvensional dan promosi digital. Program interaktif yang mengundang partisipasi masyarakat melalui telepon dan media sosial menjadi cara baru mempertahankan audiens muda. Strategi seperti ini sejalan dengan pandangan (Syarifuddin dan Utari.2022) bahwa media konvensional yang mengadopsi pendekatan digital akan tetap relevan, selama tidak meninggalkan fungsi edukatif dan partisipatifnya.

Meskipun kehadiran media digital semakin luas, data empiris menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih mendengarkan radio. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024, sekitar 8,6% penduduk Indonesia masih menjadi pendengar aktif radio setara dengan lebih dari 25 juta orang. Radio bahkan dianggap sebagai media dengan tingkat hoaks terendah, yakni hanya 0,2% menurut Komisi Penyiaran Indonesia (KPI, 2023). Fakta ini menguatkan temuan (Fadila et al.2024) bahwa media konvensional memiliki keunggulan dari sisi kredibilitas dan kepercayaan publik dibandingkan media sosial yang rawan manipulasi informasi.

Di Bangkalan sendiri, kedekatan media dengan masyarakat menjadi kunci keberlanjutan. Siaran radio yang menggunakan bahasa Madura memperkuat rasa memiliki masyarakat terhadap media lokal. Program seperti “Kabar Bangkalan Hari Ini” dan “Dialog Interaktif Pemerintah Daerah” di Suara Bangkalan FM menunjukkan bahwa radio masih menjadi ruang publik efektif untuk menyampaikan informasi pemerintah dan sosial kemasyarakatan. (Fadila et al. 2024) menegaskan bahwa kedekatan emosional antara media dan masyarakat lokal adalah salah satu faktor utama yang membuat media konvensional tetap relevan di era modern.

Dari perspektif komunikasi digital, (Asari et al.2023) menjelaskan bahwa teknologi seharusnya tidak menggantikan peran media lama, tetapi memperkaya ekologi komunikasi. Dalam konteks Bangkalan, ini terlihat dari sinergi antara media konvensional dan digital. Radio tetap menjadi medium utama bagi masyarakat desa dan pelaku UMKM untuk promosi lokal, sementara media sosial menjadi kanal pendukung yang memperluas jangkauan audiens. Pola ini menggambarkan model konvergensi dua arah: media lama tetap berfungsi sebagai pusat kepercayaan publik, sementara media digital menjadi perpanjangan distribusi informasinya.

Selain itu, masih banyak kelompok masyarakat Bangkalan yang belum aktif menggunakan media digital. Berdasarkan temuan Internet, Media Sosial, dan Perubahan Sosial di Madura (Trunojoyo Press, 2022), literasi digital masyarakat Madura relatif rendah dibandingkan rata-rata Jawa Timur. Banyak warga masih menggunakan internet secara pasif hanya untuk hiburan, bukan untuk mencari informasi kritis atau berita publik. Dengan demikian, media konvensional berperan penting sebagai penyeimbang agar informasi publik tetap sampai ke semua lapisan masyarakat khususnya plosok desa.

Dari sisi pendidikan dan literasi, media konvensional juga masih efektif digunakan dalam penyuluhan dan pembelajaran publik di Bangkalan. Radio lokal sering dijadikan sarana kampanye kesehatan, pendidikan anak, dan penyuluhan pertanian. Misalnya, program “Karimata Peduli” dan “Suara Desa” menghadirkan narasumber pemerintah daerah, dokter, hingga tokoh masyarakat. Program semacam ini menunjukkan relevansi media konvensional dalam fungsi edukatif dan pemberdayaan sosial, sebagaimana ditegaskan (Syarifuddin dan Utari. 2022) bahwa media tradisional masih memiliki daya guna tinggi dalam pendidikan masyarakat di era digital.

Oleh karena itu, meskipun media digital terus mendominasi ruang komunikasi global, media konvensional di Bangkalan masih relevan karena tiga alasan utama. Pertama, aksesibilitas ekonomi dan infrastruktur radio dan televisi lebih murah dan mudah diakses. Kedua, kredibilitas dan kepercayaan sosial masyarakat lebih percaya pada media lokal yang akrab dengan budaya mereka. Ketiga, fungsi budaya dan lokalitas media konvensional masih berperan menjaga identitas Madura melalui bahasa, tradisi, dan nilai gotong royong. Sejalan dengan pandangan (Nurrahmah 2017), selama media konvensional mampu beradaptasi tanpa kehilangan nilai lokalnya, maka ia tetap relevan di tengah arus globalisasi digital.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis teoretis dan data empiris, dapat disimpulkan bahwa media konvensional masih relevan di era digital, khususnya di Bangkalan, Madura. Relevansi ini tidak hanya karena keterbatasan infrastruktur digital, tetapi juga karena media konvensional memiliki nilai sosial, budaya, dan kredibilitas yang tidak tergantikan oleh media digital.

Media seperti Suara Bangkalan FM dan Segara FM menjadi contoh nyata bahwa adaptasi teknologi tidak harus menghilangkan nilai tradisional. Dengan tetap menyiarkan program lokal dan memanfaatkan platform digital, media konvensional mampu menjaga keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian budaya lokal.

Dengan demikian, masa depan media konvensional di Madura bergantung pada kemampuan mereka beradaptasi secara kreatif terhadap perkembangan digital tanpa kehilangan identitas sosial dan kedekatan dengan masyarakat. Dalam konteks seperti Bangkalan, media konvensional bukanlah sisa masa lalu, melainkan penjaga nilai-nilai lokal yang menyesuaikan diri di era global.


 

DAFTAR PUSTAKA

Asari, A., Syaifuddin, E. R., Ningsi, N., Sudianto, H. D. M., Adhicandra, I., Nuraini, R., Baijuri, A., Pamungkas, A., Kusumah, F. G., Yuhanda, G. P., & Murti, S. (2023). Komunikasi Digital. Penerbit Lakeisha.

Fadila, R. N., Rahma, M. A., Trisnawati, T., Fitri, H., Astuti, W., Ahmad, R. H., Fuadin, R. F., Barokah, P. R., & Fisya’bani, F. (2024). Media, Komunikasi dan Jurnalistik di Era Digital: Teori, Praktik, dan Tantangan Masa Depan. PT Qriset Indonesia.

Hadi, I. P., Wahjudianata, M., & Indrayani, I. I. (2021). Buku Ajar Komunikasi Massa. CV Qiara Media.

Nurrahmah. (2017). Konvergensi dari Media Konvensional ke Digital (Studi pada Harian Ujungpandang Ekspres). Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Syarifuddin, & Utari, E. D. (2022). Media Pembelajaran: Dari Masa Konvensional Hingga Digital. Bening Media Publishing.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bangkalan. (2024). Kabupaten Bangkalan dalam Angka 2024.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). (2025). Survei Penetrasi Internet Indonesia 2025.

Rohman, A. (2021). Penerapan Integrated Marketing Communication di Media Radio Segara FM Bangkalan. Neliti.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). (2023). Laporan Indeks Kepercayaan Publik terhadap Media Penyiaran.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda